Selasa, 27 Juli 2010 aku dan rekanku Puji Santoso berangkat ke Ketapang, kalianda-Lamsel untuk melakukan studi banding dalam hal pembudidayaan rumput laut.Lokasi yang tidak begitu jauh, hanya membutuhkan waktu 4 jam perjalanan dari Serang-Banten.
Lokasi Pematang tidak jauh dari pelabuhan Bakauheni Lampung, hanya berjarak tempuh 5 km saja. Di sana hampir 70% nelayan beralih profesi dari nelayan ikan menjadi petani yang menanam rumput laut. Tak hayal, hal ini terjadi ternyata karena rumput laut memiliki hasil yang lebih menjanjikan bagi mereka, dan masa panen yang tidak membutuhkan waktu lama dan perawatan yang khusus. Cukup dikeluhkan bagi pengepul Ikan.hehehe
Studi banding ini dilakukan karena ada beberapa hal yang menurut aku tidak bisa dicapai alias belum mencapai target dari proses panen pertama yang temen2 alami di Pontang Serang-Banten. Berangkat dari rasa penasaran dan keinginan yang lebih untuk tau kenapa bisa terjadi hal demikian, aku dan rekanku mencari tau dengan melakukan perbandingan selama sehari penuh di Lampung.
Mengesankan, aku di sana hanya memakan waktu satu hari saja dan sudah memperoleh jawaban atas beberapa hal yang mengganggu terkait budidaya rumput laut. Dengan melakukan survei di 3 tempat saja : Pematang, Kampung sawah, dan Pematang barat, kami melihat beberapa hal yang ternyata menarik kami untuk mendalami. khususnya dalam hal tekhnis penanaman dan perawatan. Misal : dalam hal penanaman di laut lepas, ternyata membutuhkan tali penahan yang kencang, dan tali yang 4mm di double, yang bertujuan agar rumput yang ditanam tidak mudah patah dan lepas. Selain itu, pemasangan tali utama haruslah kencang, serta posisi rumput laut harus maksimal 5 cm dari permukaan laut. artinya harus ada penambahan pelampung dalam setiap titik rumpun, tujuannya agar rumput tidak mudah terkena lumpur dan hewan laut yang hidup di dasar laut.
Hal lain yang harus di perhatikan juga adalah pemasangan jaring di sekitar lokasi penanaman rumput. hal ini bertujuan agar rumput yang patah atau lepas dari ikatan tidak terbuang terbawa ombak, tetapi tetap bisa diselamatkan melalui jaring tesebut. Tujuannya pun untuk meminimalkan rumput yang hilang.
Ada beberapa varian yang ditaman disana, seperti cottonni Jumbo, sprite (seperti pada gambar), dan cottonni merah. Jenis tersebut sangat cocok ditaman di perairan Pematang, karena kondisi air yang masih sangat besih dan belum terkontaminasi dengan limbah industri seperti di Banten. Ini juga yang menyebabkan mengapa pertumbuhannya sangat berbeda dengan di Banten.
Untuk harga bibit, tenyata mengalami perbedaan yang sangat jauh, untuk wilayah Banten, perkilo bibit bisa mencapai Rp.2500,-, sedangakn untuk Pematang harga hanya mencapai Rp.1500,-. Cukup selisih jauh juga untuk harga bibit. Dan untuk penjualan sendiri, harganya lumayan lebih mahal di Pematang. Untuk harga kering asin, Rp.11000,-, kering putih Rp.16000,-. Selisih seribu samapi dua ribu rupiah lebih mahal Pematang.