Senin, 15 Maret 2010

Aksi "Menyambut" Obama datang ke Indonesia

Jakarta - Senin, 15 Maret 2010, JPIC, JTMI, Omnes Unum, Pormada, FSBI, SPN, PBJ, melakukan penyambutan terhadap Presiden Amerika Serikat-Barack Obama. Dimana sosok Obama kita jadikan Icon terhadap ketidakadilan yang dilakukan Amerika terhadap negera berkembang seperti Indonesia.

"Kami tidak menolak seorang Obama, tetapi kami menolak Amerika", jelas Bayu. Bagi kami, kedatangan Obama merupakan momentum yang tepat untuk menyampaikan pesan terkait ketidakadilan dan juga HAM di Indonesia yang diakibatkan oleh beberapa kebijakan Amerika.

Rencana kedatangan Presiden AS, Barrack Obama, telah memunculkan euphoria yang berlebihan. Banyak kalangan dan terutama pemerintah cenderung melihat kehadiran Obama sebagai bukti adanya sikap baik pemerintah AS terhadap Indonesia. Bahkan ada sebagian kalangan yang mencoba menggunakan garis sejarah masa kecil Obama di Jakarta sebagai pembenaran adanya benang merah hubungan politik ekonomi yang akan berjalan ke arah yang lebih adil. Pemerintah pun dengan sangat bangga menggunakan momentum terbunuhnya gembong teroris yang paling dicari pemerintah AS, Dulmatin (Selasa, 9 Maret 2010) sebagai bukti kesigapan pemerintah menyambut Obama dan menyokong kebijakan pemerintah AS dalam melawan terotrisme.

Dari sudut pandang sopan santun, sikap seperti ini sesungguhnya masih bisa dimaklumi. Namun dari sudut pandang keadilan, justru memunculkan banyak pertanyaan bahkan menginjak rasa keadilan. Betapa tidak, Obama dielu-elukan sebagai simbol demokrasi tetapi pada saat yang bersamaan tidak terhitung jumlah perusahaan maupun kebijakan pemerintah AS di Indonesia yang telah menimbulkan penghancuran lingkungan dan pemiskinan di berbagai wilayah operasi perusahaan AS. Kehadiran Obama untuk alasan apapun, tidak bisa menutup mata kita semua bahwa kebijakan pemerinta AS di bawah Obama adalah keberlanjutan kebijakan sebelumnya yang banyak merugikan umat manusia di belahan manapun.

Sejak terpilih menjadi Presiden AS tahun silam, Barack Obama telah mengkampanyekan perubahan tatanan dunia, terutama mengenai peran AS dalam mendorong tatanan politik dan ekonomi yang lebih adil. Obama bahkan menjanjikan akan menjadi pionir dalam menembus kebuntuan perundingan internasional mengenai perubahan iklim maupun perundingan perdagangan yang selama ini merugikan Negara-negara miskin. Namun setelah hampir setahun menjabat Presiden, Obama belum berhasil membawa perubahan. Bahkan sejak akhir 2009, kebijakan pemerintah AS menunjukkan tanda-tanda adanya keberlanjutan atau pengulangan bahkan penguatan kebijakan yang telah menimbulkan ketidak-adilan global.

Kekerasan demi kekerasan di wilayah Irak, Afganistan, Pakistan, Timur Tengah hingga Latin Amerika tidaklah terlepas dari kebijakan pemerintah AS. Pemerintah AS bahkan telah mendorong penggunaan kekerasan atas nama terorisme di Irak, Afganistan, Pakistan dan Timur Tengah. Ini adalah proyek kekerasan yang kini terbukti menjadi ajang kepentingan bisnis penguasaan sumber-sumber minyak dan pengembangan bisnis proyek-proyek rekonstruksi pasca perang, yang menghancurkan hak-hak rakyat atas kebudayaan dan sumber-sumber kehidupan rakyat Irak dan Afganistan.

Selain itu, pemerintah AS bahkan harus dituntut untuk bertanggungjawab terhadap berbagai kebijakan neo-liberal yang telah dipaksakan melalui lembaga-lembaga internasional seperti IMF, Word Bank, ADB maupun WTO, yang kini telah menimbulkan kemiskinan dan penghancuran lingkungan. Belum lagi sikap pemerintah AS yang pada satu sisi dengan sistematis berusaha berkelit dari tanggungjawab menurunkan kadar emisi gas karbon sebagai sumber pemanasan global, pada sisi yang lain menggunakan isu krisis minyak dunia sebagai alasan mendorong konversi lahan dan hasil pertanian pangan untuk pengembangan bio-fuel. Tindakan seperti ini sejak 2007 telah menaikkan harga pangan antara 20-25% sehingga pada gilirannya telah mememperparah kemiskinan bahkan telah menimbulkan kelaparan besar-besaran di berbagai Negara miskin di Afrika dan Asia.

Bagi kami, pemerintah AS di bawah Barack Obama adalah rejim pelaku ketidak-adilan global, yang telah menghadirkan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Setelah memporak-porandakan Irak, Afganistan dan juga Pakistan, kini AS telah memperkuat basis militernya di Amerika Latin maupun di Guam atau kawasan Pacifik dan telah meningkatkan provokasi militernya melawan pemerintah dan gerakan progresif di kawasan ini. Bahkan secara sistematis berusaha memprovokasi Iran dan Korea Utara kearah kancah kekerasan baru dengan dalih menghentikan upaya pengembangan senjata nuklir.
2. Pemerintah AS secara tidak langsung telah mendukung serangan militer Israel terhadap rakyat palestina pada akhir Desembe 2008 hingga Januari 2009 yang mengakibatkan ribuah warga sipil tewas mengenaskan dan terusir dari pemukimannya. AS selaku anggota Dewan Keamanan PBB tidak melakukan apapun atas serangan tersebut.
3. Melalui Naval Medical Research Unit 2 (NAMRU 2), yang telah berubah menjadi Indonesia-United Centre for Medical Research (UIS), pemerintah AS telah mengumpulkan data intelijen dan mengembangkan industry antivirus di Indonesia.
4. Perusahaan-perusahaan tambang AS di Indonesia beroperasi dengan cara-cara yang merusak lingkungan dan dibawah tekanan lobi pemerintah AS untuk memaksakan pelonggaran penerapan standar pengelolaan lingkungan yang aman bagi kehidupan. Ini bisa dilihat dari kegiatan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Indonesia.
5. Para buruh di Indonesia yang bekerja di berbagai perusahaan yang memproduksi produk yang diekspor ke AS pada umumnya bekerja dengan kondisi kesejahteraan yang rendah.
6. Kunjungan Obama ke Guam-Indonesia-Australia adalah kunjungan yang tujuannya tidak lebih dari upaya memperkuat aliansi global untuk mempertahankan dominasi militer dan ekonomi AS di kawasan ini. Tidak ada keuntungan apapun yang bisa diperoleh rakyat maupun gerakan progresif di kawasan ini dengan kunjungan tersebut.

Bertolak dari situasi tersebut, maka dengan ini kami menyerukan beberapa hal sebagai berikut:

* Pertama, menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membatalkan kunjungan Obama ke Indonesia
* Kedua, tidak menjadikan Indonesia sebagai bumper kepentingan AS kawasan Asia Tenggara dan Pacific.
* Ketiga, mengingatkan pemerintahan SBY-Boediono untuk mengakhiri intervensi dan dominasi pemerintah AS dalam bidang ekonomi, politik dan sosial serta menghentikan penghancuran lingkungan dan pemiskinan yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan AS di Indonesia. Juga menuntut tanggungjawab AS atas penghancuran sosial dan ekologis yang telah terjadi di berbagai wilayah operasi perusahaan Amerika di Indonesia.
* Keempat, meminta DPR-RI untuk mengusut kebijakan politik luar negeri pemerintah SBY-Boediono yang telah memposisikan Indonesia sebagai kaki tangan pemerintah AS di kawasan Asia Tenggra dan Pacific. DPR-RI hendaknya tidak hanya sibuk dengan kasus-kasus kecil yang memiliki posisi tawar politik partai, tetapi juga harus memberikan perhatian lebih serius terhadap kebijakan penguasa yang dari hari ke hari makin memposisikan Indonesia sebagai sapi perahan kekuatan ekonomi politik dan militer AS dan sekutunya.